Oleh: Adi W Gunawan
Dunia pikiran adalah semesta maha luas dan dalam tak berbatas yang
sangat menggoda untuk dijelajahi. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
pikiran sudah pasti juga berhubungan dengan (kondisi) kesadaran. Setiap
saat pikiran bergerak dengan sangat cepat dan sulit dikendalikan. Dalam
sekejap kita bisa beralih kesadaran.
Bila berdiskusi tentang kesadaran umumnya orang hanya mengenal dua
kondisi yaitu sadar dan tidak sadar. Yang dimaksud dengan kondisi sadar
adalah keadaan pikiran aktif dan mampu mengenali sekitarnya. Sedangkan
kondisi tidak sadar biasanya dihubungkan dengan keadaan tidur lelap di
mana hubungan antara dunia dalam diri dan dunia di luar telah
“terputus”.
Tahukah anda bahwa antara kondisi sadar dan tidak sadar ini
terbentang lapisan kesadaran yang sangat halus dan sangat beragam yang
seringkali kita masuki , baik disengaja atau tidak, namun kita tidak
sadar sedang berada dalam kondisi itu?
Untuk bisa mengenali kondisi kesadaran yang “lain” dari biasanya maka
kita membutuhkan satu acuan atau baseline. Kondisi kesadaran yang biasa
kita alami dalam keseharian atau disebut dengan kondisi kesadaran
normal inilah yang kita gunakan sebagai baseline state of consciousness
(b-SoC). Dengan demikian semua kondisi kesadaran yang “di atas” atau “di
bawah” baseline adalah kondisi kesadaran lain dan kita sebut dengan
Altered State of Consciousness (ASC).
Lalu, apakah Altered State of Consciousness (ASC)? ASC adalah suatu
konfigurasi subsistem dari struktur psikologis dengan pola unik,
dinamis, dan aktif. Struktur psikologis merujuk pada organisasi komponen
bagian yang relatif stabil yang menjalankan satu atau lebih fungsi
psikologis. Contoh ASC antara lain kondisi tidur, kondisi hipnosis,
kondisi meditatif, kondisi kesadaran saat tegang, takut, atau waspada,
atau kondisi kesadaran di bawah pengaruh alkohol atau obat penenang.
Sebagai suatu kondisi kesadaran ASC distabilkan oleh empat proses:
1.Loading Stabilization : proses stabilisasi ini membuat perhatian atau
kesadaran dan energi psikis terpusat pada suatu struktur yang diinginkan
dengan membanjiri sistem psikologis seseorang dengan tugas tertentu
sehingga sistem tidak punya sisa energi untuk melakukan hal lain.
2.Negative Feedback Stabilization: proses stabilisasi ini bertujuan
mengoreksi fungsi struktur atau subsistem psikologis bila mereka
menyimpang terlalu jauh dari rentang operasi normal sehingga dengan
demikian sistem dipastikan kembali stabil.
3.Positive Feedback Stabilization: proses stabilisasi ini bertujuan
memperkuat aktivitas dan atau memberikan pengalaman yang menyenangkan
saat struktur atau subsistem psikologis berfungsi dan berjalan dalam
koridor atau batasan yang telah ditentukan.
4.Limiting Stabilization: proses stabilisasi ini membatasi rentang atau
jangkauan fungsi struktur dan subsistem psikologis yang bila beroperasi
secara intensif akan membuat sistem menjadi tidak stabil.
Loading Stabilization dapat, pada kasus tertentu, menjadi Limiting
Stabilization namun kedua jenis stabilisasi ini tidaklah sama. Limiting
Stabilization secara langsung mempengaruhi struktur atau subsistem
tertentu, sementara efek dari Loading bersifat tidak langsung dan
beroperasi lebih banyak dengan cara mengkonsumsi energi dan bukan
mempengaruhi struktur secara langsung.
Keempat proses yang dijelaskan di atas bertujuan agar ASC menjadi
stabil sehingga seseorang bisa tetap berada dalam kondisi kesadaran itu,
dalam rentang waktu tertentu.
Untuk mudahnya begini. Keempat proses ini kita analogikan sebagai
strategi untuk mengendalikan seseorang agar menjadi warga negara yang
baik, yaitu dengan cara:
1.Kita menyibukkan dia dengan kegiatan yang menjadikannya warga negara
yang baik, sehingga ia tidak punya waktu dan energi untuk melakukan hal
lain.
2.Kita memberikan hadiah bila ia melakukan hal-hal yang baik atau
positif.
3.Kita menghukum dia bila ia melakukan kegiatan yang tidak kita ijinkan
atau inginkan.
4.Kita membatasi kesempatannya untuk melakukan hal-hal yang tidak kita
ijinkan.
Saya beri contoh lain agar penjelasan di atas lebih mudah dimengerti.
Pernahkah anda mengalami, pada suatu saat, misalnya, pikiran anda
sangat fokus memikirkan sesuatu, membaca buku, chatting, atau mengetik
di komputer anda? Jawabannya pasti pernah.
Pertanyaan berikutnya, “Pernahkah anda, dalam kondisi yang sangat
fokus ini, tiba-tiba diajak bicara oleh seseorang, misalnya rekan kerja,
anak, suami atau istri?” Jawabannya juga pasti pernah.
Sekali lagi saya bertanya, “Saat anda dalam kondisi yang sangat fokus
dan ditanya atau lebih tepatnya pola fokus anda diguncang oleh stimulus
dari luar apa yang anda rasakan atau lakukan?”
Saya yakin anda pasti akan mengalami antara lain hal berikut:
1.Mengabaikan stimulus yang berasal dari luar. Dengan kata lain anda
tidak menanggapi pertanyaan atau stimulus ini karena ada sedang sangat
fokus.
2.Anda berusaha menanggapi pertanyaan atau memberikan respon pada
stimulus ini namun merasa sangat malas dan tidak nyaman.
3.Anda membutuhkan upaya ekstra untuk bisa mengalihkan perhatian atau
pikiran anda yang sedang sangat fokus pada sesuatu hal untuk bisa
memberikan respon yang baik. Ini menimbulkan perasaan tidak nyaman.
4.Saat anda kembali pada kondisi fokus, seperti yang sebelumnya anda
rasakan dan alami, maka perasaan anda menjadi nyaman kembali.
Empat hal yang saya jelaskan di atas sebenarnya adalah hasil kerja
dari empat proses yang menstabilkan ASC, yang sedang kita alami pada
suatu saat, yaitu Loading, Positive Feedback, Negative Feedback, dan
Limiting Stabilization.
Lalu, bagaimana caranya untuk membawa seseorang berpindah dari kondisi kesadaran normal ke dalam kondisi ASC?
Untuk membimbing seseorang berpindah dari kondisi kesadaran normal
(b-SoC) masuk ke kondisi ASC melibatkan dua operasi dasar induksi
berikut:
1.Pertama kita menggunakan disrupting force atau daya pengguncang
pada b-SoC berupa tindakan psikologis atau fisiologis yang mengguncang
proses stabilisasi, baik dengan mengintervensi atau dengan menarik
perhatian,fokus, atau energi dari proses stabilisasi.
Jika induksi ini berhasil maka daya pengguncang akan mendesak berbagai
struktur atau subsistem ke ambang batas kestabilan fungsi dan
selanjutnya melampaui batas ini dan dengan demikian merontokkan
integritas sistem dan mengguncang kestabilan b-SoC sebagai suatu sistem.
Setelah itu dilanjutkan dengan….
2.Di tahap kedua proses induksi kita menggunakan patterning forces
atau daya pembentuk pola selama masa transisi baik berupa tindakan
psikis dan atau fisik dengan tujuan membentuk pola stuktur atau
subsistem menjadi suatu sistem baru, yaitu ASC yang diinginkan.
Selanjutnya sistem baru ASC harus membangun proses stabilisasiya sendiri
jika ingin bisa bertahan.
De-induksi, proses membawa subjek keluar dari ASC kembali ke b-SoC,
sama dengan proses induksi. Dalam hal ini disrupting force digunakan
untuk mengguncang kestabilan ASC sehingga terjadi periode transisi dan
selanjutnya b-SoC direkonstruksi dengan menggunakan patterning force.
Operasi Induksi: Guncang (Disruption) dan Pembentukan Pola (Patterning)
Operasi induksi yang pertama adalah mengguncang kestabilan b-SoC,
mengganggu proses loading, positive dan negative feedback, dan limiting
stabilization yang menjaga struktur psikologis beroperasi dalam rentang
normal.
Dengan demikian, dalam operasi awal, untuk menghasilkan ASC, perlu
dilakukan guncangan pada proses stabilisasi hingga satu titik di mana
pola kesadaran normal tidak dapat lagi bertahan. Jika, misalnya,
guncangan hanya dilakukan pada satu atau beberapa proses stabilisasi
maka proses stabilisasi lainnya akan tetap mempertahankan keutuhan dan
integritas sistem sehingga induksi yang dilakukan tidak menghasilkan
ASC.
Proses stabilisasi dapat diguncang secara langsung bila mereka dapat
dikenali, atau bisa dengan cara tidak langsung yaitu mendorong fungsi
psikologis tertentu melampui batas fungsinya sehingga menjadi tidak
stabil. Subsistem ini, misalnya, dapat diguncang dengan cara
membanjirinya dengan stimuli, menghambat stimuli sehingga tidak mencapai
subsistem sehingga subsistem kehilangan stimuli, atau memberikan
susbsitem stimuli yang “aneh” yang tidak dapat diproses dengan cara
biasa.
Selain cara di atas, untuk mengguncang proses stabilisasi fungsi
b-SoC dapat juga menggunakan obat. Demikian pula setiap prosedur yang
melibatkan fungsi fisiologis secara intens seperti kondisi kelelahan
yang parah atau olahraga.
Operasi induksi yang kedua adalah menerapkan daya pembentuk pola,
stimuli yang selanjutnya mendorong fungsi psikologis yang telah goyah
menuju pola baru yang diinginkan yaitu ASC.
Sekarang mari kita lihat tiga contoh induksi untuk menghasilkan ASC,
semua diawali dari kondisi sadar normal (b-SoC): proses masuk kondisi
tidur, induksi hipnosis, dan praktik meditasi.
Masuk ke Kondisi Tidur
Proses masuk ke kondisi tidur biasanya diawali dengan kita berbaring
dalam ruangan yang tenang dengan penerangan yang redup, selanjutnya
menutup mata, dan menjadi rileks, tenang, nyaman. Hal ini serta merta
menghilangkan sangat banyak loading stabilization yang membantu menjaga
kondisi kesadaran normal (bangun).
Dalam kondisi yang tenang ini hanya ada sedikit stimuli yang diterima
pikiran sehingga tidak dibutuhkan energi untuk memproses stimuli ini.
Energi psikis lainnya, yang tidak terpakai, menjadi bebas. Sebagian dari
energi yang terbebas ini ada yang beralih fungsi menjadi energi yang
meningkatkan imajinasi atau bentuk-bentuk pikiran. Dengan semakin
berkurangnya energi yang dibutuhkan untuk memproses stimuli dari
lingkungan maka loading stabilization menjadi semakin lemah dalam
menjaga kondisi kesadaran normal.
Berbaring dan rileks menghilangkan sumber loading stabilization utama
lainnya yaitu input sensori yang berasal dari tubuh. Dalam kondisi ini
input dari tubuh sangat minim. Dalam kondisi ini orang umumnya akan
mengambil sikap bahwa tidak ada yang perlu dikerjakan, tidak ada goal
yang perlu dicapai, tidak ada masalah yang perlu diselesaikan, tidak ada
hal penting yang perlu diperhatikan. Sikap ini mengakibatkan pola yang
selama ini menjaga kondisi kesadaran normal menjadi lemah, semakin
lemah, dan akhirnya luruh dengan sendirinya. Dengan demikian kita masuk
ke kondisi tubuh dan pikiran yang pasif, rileks, dan nyaman.
Kondisi pasif ini bila berlanjut akan menarik keluar energi
perhatian/kesadaran dari proses feedback stabilization. Tanpa adanya hal
yang harus diperhatikan atau dijaga maka tidak ada kebutuhan untuk
mengawasi dan mengkoreksi penyimpangan fungsi. Dengan demikian pikiran
akan masuk ke kondisi yang lebih rileks lagi yang disebut dengan kondisi
hypnagogic dan selanjutnya masuk ke kondisi tidur.
Masuk ke Kondisi Hipnosis
Ada sangat banyak cara atau prosedur untuk membawa subjek masuk ke
kondisi hipnosis. Namun bila diperhatikan dengan saksama, semua prosedur
ini mengikuti pola umum yang mirip atau sama. Langkah pertama,
biasanya, adalah dengan meminta subjek untuk duduk atau berbaring di
kursi dengan nyaman. Hal ini bertujuan agar subjek tidak perlu melakukan
upaya apapun untuk mempertahankan posisi tubuhnya. Seluruh tubuh
subjek, mulai dari kaki hingga kepala, tersangga dengan baik oleh kursi
sehingga terasa sangat nyaman. Subjek juga diminta untuk pasrah dan
merilekskan tubuhnya serileks mungkin.
Langkah ini mengakibatkan beberapa efek.
Pertama, jika subjek merasa
cemas, yang mana perasaan cemas ini tampak dalam bentuk ketegangan di
tubuh, maka dengan merilekskan tubuhnya, perasaan cemas ini menjadi
banyak berkurang. Dengan mengurangi dan membatasi kecemasan dalam diri
subjek akan memudahkan subjek untuk masuk ke kondisi ASC, dalam hal ini
kondisi hipnosis.
Saat tubuh rileks dan diam maka jumlah stimuli yang tadinya diterima
oleh reseptor gerak yang ada di sekujur tubuh menjadi sangat berkurang,
mirip dengan kondisi saat akan tidur. Dengan demikian keseluruhan tubuh
mulai kehilangan kesadaran dan larut dalam keadaan rileks dan berakibat
pada hilangnya loading stabilization dan patterning force yang selama
ini menjaga kondisi kesadaran normal (b-SoC).
Kedua, operator (hipnotis/hipnoterapis) meminta subjek untuk
fokus pada suara si operator dan mengabaikan bentuk pikiran atau sensasi
yang masuk ke pikiran subjek. Dalam kondisi normal pikiran subjek akan
aktif melakukan scanning memperhatikan kondisi dan situasi di
lingkungannya guna menemukan stimuli yang penting di sekitarnya.
Upaya scanning terus menerus ini membuat berbagai subsistem aktif dan
saling bertukar informasi dan energi sehingga subsistem cenderung
terjaga dalam kondisi pola kesadaran normal (terjaga/bangun). Dengan
menarik energi perhatian/kesadaran dari tindakan memindai lingkungan
subjek menarik sejumlah besar energi psikis dan menghentikan aktivitas
pada sejumlah subsistem dan mengakibatkan proses loading dan patterning
terganggu dan menjadi lemah.
Ketiga, operator biasanya akan meminta subjek untuk tidak
perlu memikirkan apa yang dikatakan oleh operator namun cukup hanya
mendengar secara pasif dan mengijinkan apa yang diucapkan operator
dengan mudah terjadi, dialami, dan dirasakan oleh subjek. Dalam kondisi
kesadaran normal subjek cenderung akan terus berpikir, melakukan
analisis atas apa yang ia dengar atau rasakan. Dengan meminta subjek
untuk tidak berpikir dan pasrah menjalankan bimbingan operator maka hal
ini mengakibatkan loading stabilization menjadi lemah sehingga subjek
mudah dibimbing masuk ke kondisi hipnosis (ASC).
Keempat, subjek biasa diminta untuk memusatkan perhatian pada
satu objek tertentu, di samping suara operator, misalnya satu titik di
tembok, cincin yang dipakai operator, api lilin, pendulum, hypnotic
disc, dan sejenisnya. Pemusatan perhatian ini bertujuan untuk semakin
mengurangi scanning pikiran terhadap lingkungan dengan tujuan seperti
yang telah dijelaskan di atas.
Kelima, operator umumnya akan mensugestikan subjek merasa
semakin rileks, semakin mengatuk, mata terasa semakin berat. Sugesti ini
membangkitkan berbagai memori yang berhubungan dengan kondisi mengantuk
dan atau rileks dan ini membantu proses induksi karena mengantuk atau
mata terasa berat berarti b-SoC mulai goyah. Sugesti ini berfungsi
mengguncang kestabilan b-SoC.
Langkah Keenam, dalam memberikan sugesti untuk rileks, operator
mengatakan bahwa subjek akan mengalami atau masuk ke dalam kondisi yang
mirip dengan tidur namun bukan seperti tidur yang biasa dialami di malam
hari, subjek tetap sadar dan bisa mendengar suara operator. Sugesti ini
adalah patterning force yang spesifik.
Sugesti yang mengatakan bahwa apa yang dialami subjek mirip dengan
tidur bertujuan mengguncang kestabilan b-SoC. Operator tidak ingin
subjek tertidur dan untuk itu ia memberikan patterning force untuk
menghasilkan kondisi pasif yang mirip seperti kondisi tidur namun subjek
tetap bisa mendengar suaranya.
Ketujuh, saat subjek sudah pasif dan rileks, operator selanjutnya
memberikan sugesti yang berhubungan dengan otot tubuh. Operator biasanya
mensugestikan otot-otot di seluruh tubuh subjek terasa berat dan
semakin berat, semakin rileks.
Demikianlah selanjutnya hingga subjek berpindah dari kondisi
kesadaran normal (b-SoC) dan masuk ke kondisi hipnosis yang dalam (ASC).
Contoh di atas adalah prosedur yang bersifat progresif. Artinya
perpindahan dari b-SoC ke ASC berlangsung gradual. Lalu, bagaimana
dengan teknik shock induction atau induksi dengan menggunakan kejutan
pada sistem saraf?
Sebenarnya secara prinsip sama saja. Shock induction dilakukan dengan
cara secara tiba-tiba, di luar dugaan subjek, operator melakukan
kejutan pada sistem saraf subjek. Kejutan ini bisa dalam bentuk secara
mendadak menarik lengan, tangan, atau tubuh subjek. Intinya adalah
kondisi kesadaran normal (b-SoC) secara tiba-tiba, dengan cara yang
sangat dahsyat diguncang, dengan disrupting force, sehingga menjadi
kacau, dan setelah itu langsung diberikan satu sugesti “Tidur” yang
merupakan patterning force.
Saat kejutan dilakukan maka RAS (reticular activating system) akan
terbuka sekitar ½ sampai ¾ detik. Melalui celah yang sangat sempit
inilah patterning force dimasukkan dengan nada yang tegas, pasti, dan
bersifat sangat paternal dan subjek langsung masuk ke kondisi hipnosis
(ASC) yang dalam. Namun bila kondisi ini tidak diperdalam atau
dipertahankan, misalnya tidak dilakukan deepening, maka subjek dengan
sendirinya akan keluar dari kondisi hipnosis (ASC).
Mengapa subjek bisa keluar sendiri? Karena proses stabilisasi
lainnya, yang tidak terkena pengaruh guncangan shock induction, akan
segera bekerja memulihkan dan mengembalikan kondisi kesadaran subjek ke
kondisi sadar normal atau b-SoC.
Meditasi dan Kondisi Meditatif
Kita mengenal dua jenis meditasi. Pertama, Samatha Bhavana atau
Meditasi Ketenangan, dan yang kedua adalah Vipassana Bhavana atau
Meditasi Pandangan Terang. Bagaimana proses seseorang berpindah dari
kondisi kesadaran normal dan masuk ke dalam kondisi meditatif?
Samatha Bhavana dilakukan dengan memusatkan perhatian pada objek
tertentu. Objek ini bisa berupa objek eskternal, seperti satu titik,
cahaya lilin, atau objek meditasi lain, dan bisa juga objek internal
seperti napas, atau naik turunnya perut saat bernapas.
Sama seperti dalam induksi hipnosis, meditator diminta untuk
mempertahankan fokusnya pada objek yang telah dipilih. Bila pikirannya
beralih fokus atau memikirkan hal lain maka meditator membawa kembali
pikirannya, dengan lembut, untuk kembali fokus pada objek meditasi dan
terus berupaya mempertahankan fokus ini.
Membawa kembali, dengan lembut, pikiran yang lepas atau beralih fokus
untuk bisa kembali fokus pada objek meditasi adalah hal yang penting.
Jika meditator memaksa atau membawa kembali fokusnya dengan buru-buru
atau melawan gangguan yang muncul, maka hal ini justru mengirim sejumlah
besar energi perhatian atau kesadaran pada gangguan ini dan membuat
energi tetap mengalir di dalam sistem. Hal ini justru semakin
menstabilkan kondisi kesadaran normal dan meditator tidak bisa masuk ke
kondisi meditatif yang diinginkan.
Pemusatan perhatian pada objek sangat membatasi ragam input yang
masuk ke sistem, menghambat proses berpikir, mencegah pikiran melakukan
scanning pada lingkungan, dan secara umum mengurangi energi
perhatian/kesadaran dan mengurangi aktivitas dari berbagai subsistem
yang mempertahankan kondisi kesadaran normal.
Saat meditator memusatkan perhatiannya pada satu objek, baik internal
maupun eksternal, akan menghasilkan fenomena yang tidak lazim yang
disebabkan oleh kelelahan pada reseptor. Namun fenomena ini justru harus
diabaikan karena akan menjadi penghalang atau batu sandungan dalam
proses meditasi.
Kebanyakan meditasi dilakukan dengan postur tubuh dalam posisi duduk
tegak namun tetap nyaman, di mana tulang belakang, leher, dan kepala
berada dalam satu garis lurus. Hanya dibutuhkan sedikit tenaga otot
untuk mempertahankan posisi ini. Sama seperti posisi nyaman yang dialami
oleh subjek hipnosis, postur tubuh yang nyaman dalam meditasi membuat
berbagai reseptor kinestetik menjadi nonaktif dan mengakibatkan pudarnya
citra tubuh.
Berbeda dengan proses masuk ke kondisi tidur, di mana seluruh tubuh
sangat rileks dan tidak perlu ada upaya apapun untuk mempertahankan
postur tubuh, dalam proses meditasi masih dibutuhkan sedikit energi otot
untuk mempertahankan postur tubuh agar tetap tegak. Dengan demikian
meditator, serileks apapun kondisinya, tidak akan masuk ke kondisi
tidur. Bila sampai terjadi meditator tertidur maka ia tidak akan dapat
mempertahankan posisi tubuhnya yang tegak dan akibatnya tubuhnya akan
jatuh.
Saat meditator berhasil mencapai kondisi meditatif yang dalam (ASC)
maka ia akan mengalami suatu kondisi yang disebut dengan “void”,
“kosong”, “hening”. Dalam kondisi ini semua fungsi psikologis, untuk
sementara waktu, menjadi tidak berfungsi. Tetap ada kesadaran namun
tidak ada objek kesadaran.
Banyak orang telah mencoba bermeditasi mengikuti petunjuk atau
langkah tertentu. Mereka bukannya berhasil mencapai kondisi kesadaran
tertentu (ASC) yang diinginkan namun yang didapat adalah tubuh yang
lelah, sakit punggung, dan kaki yang “kesemutan”.
Duduk tegak dengan psotur yang benar dan mencoba melakukan teknik
meditasi tertentu memang akan mengguncang beberapa proses feedback yang
menstabilkan kesadaran normal (b-SoC) anda. Namun jika proses lainnya
masih aktif, misalnya pikiran yang terus aktif, maka tidak akan pernah
terjadi pergeseran kesadaran dari b-SoC ke ASC.
Vipassana Bhavana atau Meditasi Pandangan Terang dilakukan dengan
postur tubuh yang sama dengan Samatha Bhavana. Dengan demikian semua
pengaruh postur dalam mengguncang b-SoC seperti yang terjadi dalam
samatha bhavana juga terjadi dalam vipassan bhavana.
Bedanya adalah dalam vipassana bhavana meditator menyadari sepenuhnya
sensasi, perasaan, bentuk pikiran yang muncul. Meditator hanya
menyadari sepenuhnya, tidak menerima, tidak menolak, tidak menganalisa,
tidak memberi komentar atau penilaian, dan tidak mengidentifikasi.
Nonidentifikasi ini mencegah energi perhatian/kesadaran terperangkap
dalam proses otomatis dan habitual dalam mempertahankan kesadaran normal
(b-SoC). Dengan demikian, sementara kesadaran tetap terjaga, aktivitas
berbagai subsistem psikologis perlahan tapi pasti mulai berkurang dan
pudar sampai satu titik di mana, secara tiba-tiba, terjadi pergeseran
kesadaran masuk ke kondisi meditatif yang dalam, yang ditandai dengan
meningkatnya persepsi dan deotomatisasi subsistem Input-Processing.
Proses berpindahnya kesadaran meditator dari kesadaran normal (b-SoC)
ke kondisi meditatif (ASC) sama dengan proses yang terjadi pada subjek
hipnosis. Bedanya adalah bila meditator melakukan prosesnya sendiri
sedangkan subjek hipnosis dibantu oleh operator.
~ Adi W. Gunawan adalah Indonesia Leading Expert in Mind
Technology yang telah menulis 15 buku best seller. Adi dapat dihubungi
di www.quantum-hypnosis.com, www.adiwgunawan.com.
________________________________
Minggu, 07 April 2013
Altered State of Consciousness: WHAT and HOW?
Label
Link Blog Sobat
1).Berry Blog




09.26
Unknown
Posted in: 















0 komentar:
Posting Komentar