Oleh: Syahril Syam
Hal paling menarik ketika membicarakan hubungan antara kekuatan
pikiran kita dan Law of Attraction (LoA-Hukum Tarik Menarik), adalah
ketika kita mengawalinya dengan membahas dunia medis. Anda mungkin
pernah mendengar tentang efek plasebo. Kata plasebo berasal dari bahasa
Latin yang secara harfiah berarti: “saya akan menyenangkan (Anda)”.
Dalam kedokteran modern, kata ini merujuk pada obat atau prosedur yang
tidak memiliki bahan aktif menyembuhkan, tetapi diberikan hanya dengan
tujuan menenangkan atau menyenangkan pasien. Contoh yang sering kita
dengar mengenai hal ini adalah ketika seorang pasien yang diberi obat
dan ternyata sembuh. Tetapi ternyata, obat yang diberikan bukanlah obat
yang sesungguhnya tetapi hanya berupa pil gula yang tidak memiliki
khasiat menyembuhkan sama sekali.
Sebenarnya efek plasebo bekerja berdasarkan tiga hukum sederhana:
1. Kepercayaan pasien
2. Kepercayaan dokter
3. Kekuatan spiritual yang dibangkitkan oleh rasa saling percaya antara
dokter dan pasien,
yang menghubungkan secara emosional dokter dan pasien
Ketiga faktor inilah yang melandasi kerja dari efek plasebo itu.
Penelitian telah membuktikan bahwa sekitar 75 persen pasien yang
diperiksa oleh dokter tidak dapat ditolong dengan obat atau operasi
tertentu. Akan tetapi, banyak orang yang tertolong hanya karena mereka
mengunjungi dokter, percaya kepadanya, dan mendapatkan rasa aman
darinya.
Penelitian lain juga membuktikan hal ini, yaitu ketika dilakukan
penelitian pada ibu-ibu yang akan segera melahirkan di Guatemala. Para
peneliti ingin mengatahui tentang efek “kehadiran pendamping” dalam
persalinan. Dr. Roberto Sosa dan koleganya menemukan bahwa para wanita
yang didampingi seorang sahabat (atau keluarga yang memberikan dorongan
moral positif) selama persalinan berpeluang jauh lebih kecil mengalami
komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa
pendamping.
Yang mengherankan, persalinan ibu-ibu dengan pendamping berlangsung
lebih cepat dan mudah. Ibu-ibu dengan pendamping juga cenderung lebih
lama terjaga setelah melahirkan, dan mereka lebih banyak tersenyum,
membelai, atau berbicara dengan bayi mereka yang baru lahir. Penelitian
ini menunjukkan bahwa seorang pendamping dapat mengurangi stres dan
kecemasan yang dapat mempersulit proses persalinan.
Penelitian yang lain juga dilakukan di Rumah Sakit Umum
Massachusetts. Penelitian ini ingin mengetahui seberapa jauh pengaruh
seorang dokter yang ramah – terutama dokter spesialis anestesiologi –
dalam proses pemulihan pasien. Para pasien kemudian dibagi menjadi dua
kelompok, dan tidak seorang pun – dokter-dokter lain, staf rumah sakit,
dan pasien – mengetahui ke dalam kelompok mana pasien tertentu
dimasukkan. Oleh karena itu, semua pasien ditangani secara rutin, tanpa
perhatian atau perlakuan khusus selama penelitian. Dan kedua kelompok
diatur berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit, dan
jenis operasi.
Sebelum pasien dioperasi, pada kelompok pertama, seorang dokter
spesialis anestesiologi berbicara kepada setiap pasien dengan acuh tak
acuh. Dia memberikan penjelasan singkat mengenai operasi yang akan
dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk pemulihan. Kelompok ini juga
tidak mendapat perawatan khusus. Sedangkan untuk kelompok kedua, mereka
mendapat kunjungan dokter spesialis anestesiologi yang sama, tapi
menghabiskan waktu beberapa menit lebih lama untuk berbincang-bincang
secara ramah dengan pasien dan mencoba membangun semacam ikatan pribadi.
Dia mendengarkan keluhan dan kecemasan pasien, dan menjawab berbagai
pertanyaan pasien seputar operasi yang akan dilakukan. Secara
keseluruhan, perbincangan ini dilakukan dalam suasana hangat dan
menimbulkan rasa percaya dan rasa aman terhadap pasien.
Setelah operasi selesai, muncul perbedaan nyata antara kedua
kelompok. Sekalipun staf rumah sakit diperbolehkan memberikan obat
penghilang nyeri sebanyak yang diperlukan oleh kedua kelompok;
kenyataannya kelompok kedua hanya meminta separo jumlah yang diminta
oleh kelompok pertama. Pasien pada kelompok kedua juga lebih cepat pulih
dan mereka dipulangkan dari rumah sakit rata-rata 2,7 hari lebih awal
dari kelompok pertama.
Ada lagi penelitian yang agak “sedikit menipu” yang dilakukan pada
tahun 1950-an. Penelitian ini dilakukan pada proses pembedahan pasien.
Pasien pada kelompok pertama dilakukan sebuah pembedahan yang
sesungguhnya atas penyakit yang dialami, sedangkan pada kelompok kedua
hanya dilakukan sebuah sayatan tidak berarti setelah dilakukan
pembiusan.
Hasilnya cukup mencengangkan, pasien pada kelompok kedua – yang
mendapat sayatan tidak berarti – seratus persen dari jumlah mereka
sembuh dari penyakitnya. Sedangkan pada kelompok pertama, hanya sebesar
76 persen dari jumlah mereka yang mengalami perbaikan. Walau ada unsur
penipuan (dan oleh sebab itu cara ini tidak diperbolehkan dilakukan
dewasa ini), kita dapat melihat bahwa kekuatan pikiran berupa
kepercayaan dan keyakinan pasien dapat mempengaruhi tubuh mereka.
Saya ingin menambahkan kepada Anda satu penelitian lagi, yang
dilakukan terhadap pasien penderita asma di Pusat Medis Downstate di
Brooklyn. Para pasien diminta menghirup zat tidak berlabel. Mereka hanya
diberitahu bahwa zat tersebut, untuk sementara waktu, akan memperberat
gejala asma mereka. Apa yang terjadi? Banyak di antara mereka ketika
menghirup zat tersebut mendapat serangan asma berat. Mereka mulai
tersengal-sengal, sulit bernapas, dan megap-megap tanpa kendali. Padahal
zat yang mereka hirup hanyalah larutan garam yang tidak berbahaya.
Yang lebih menarik lagi adalah ketika mereka kemudian diminta untuk
menghirup larutan zat penawar dan dikatakan bahwa ketika mereka
menghirupnya, gejala asma mereka akan mereda. Dan benar sekali. Mereka
yang tadinya mendapat serangan asma, setelah menghirup zat penawar
tersebut, serangan asma yang terjadi segera berhenti. Dan yang sangat
menarik disini adalah: zat penawar yang mereka hirup tadi adalah larutan
garam yang sama dengan larutan garam yang dihirup tadi.
Serangkaian penelitian ini membuktikan kepada kita bahwa kekuatan
PERCAYA ATAU YAKIN yang ditimbulkan oleh seseorang atau mendapat respon
positif dari orang lain sehingga PERCAYA, dapat mempengaruhi tubuh.
Dr.
Joan Z. Borysenko dari Fakultas Kedokteran Harvard mengungkapkan bahwa
pasien-pasien penderita kanker yang hidup lebih lama memiliki sejumlah
persamaan:
1. Mereka tidak mudah cemas atau tertekan; mereka dilaporkan memiliki keyakinan dan rasa percaya diri
2. Mereka memiliki “semangat juang” untuk sembuh. Mereka memiliki TEKAD yang kuat untuk sembuh.
Penelitian tentang efek plasebo telah memberikan begitu banyak bukti
bahwa pikiran kita dapat mempengaruhi tubuh dan keyakinan yang begitu
kuat dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit fisik. Pertanyaan yang
bisa kita ajukan lebih lanjut adalah: Jika kekuatan pikiran kita mampu
mempengaruhi tubuh kita, maka apakah kekuatan pikiran kita juga mampu
mempengaruhi segala sesuatu di luar tubuh kita? Atau dengan kata lain,
apakah kekuatan pikiran kita juga mampu mempengaruhi realitas di luar
diri kita?
*) Syahril Syam adalah seorang konsultan, terapis, public speaker, dan seorang sahabat yang senantiasa membuka diri untuk berbagi dengan siapa pun. Ia memadukan kearifan hikmah (filsafat) timur dan kebijaksanaan kuno dari berbagai sumber dengan pengetahuan mutakhir dari dunia barat. Ia juga adalah penulis buku best seller The Secret of Attractor Factor. Teman-temannya sering memanggilnya sebagai Mind Programmer, dan dapat dihubungi melalui ril@trainersclub.or.id
0 komentar:
Posting Komentar